Kurangnya Personel Dan Anggaran Menjadi Penyebab Razia Truk Tambang Tak Efektif
PONOROGO (KR) – Puluhan titik Kerusakan jalan masih terlihat
di beberapa kecamatan di Ponorogo. Hal ini diakibatkan berbagai macam sebab,
selain faktor alam disebut-sebut disebabkan oleh banyaknya truk kelebihan
muatan yang hilir-mudik. Razia truk tambang ini dinilai tidak efektif.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Ponorogo Djunaedi, mengatakan
sebenarnya sejak beberapa tahun terakhir pihaknya sudah melakukan berbagai
upaya untuk menekan berseliwerannya truk-truk dengan tonase besar di jalanan
sekitar tambang galian C di Ponorogo. Namun upaya ini tidak pernah efektif.
Truk-truk bermuatan besar tetap melintas dan jalan kembali rusak. Keluhan warga
pun terdengar kembali, Selasa (16/4).
“Persoalan pertama adalah kita punya banyak titik tambang.
Paling tidak ada di tiga kecamatan, yaitu di Kecamatan Jenangan, Kecamatan
Pulung dan Kecamatan Sampung. Di setiap kecamatan itu, truk yang mengangkut
hasil tambang mencapai 100 sampai 150 unit tiap harinya,” kata Djunaedi. Dengan
jumlah ini, tiap hari terdapat setidaknya 300 sampai 400 unit truk bermuatan
yang melintas.
Banyaknya truk bermuatan lebih ini tentu membuat pihak
berwajib melakukan sejumlah langkah. Djunaedi menyebut, langkah yang terus
dilakukannya adalah upaya represif. Penindakan bersama pihak kepolisian dan
pemberian bukti pelanggaran alias tilang menjadi langkah yang dipilihnya.
“Tapi ternyata adanya alat komunikasi (ponsel) membuat
operasi tidak efektif. Ketika satu atau dua truk diperiksa, ditindak, maka unit
yang lain akan langsung berhenti beroperasi pada saat itu juga (karena
diberitahu oleh pengemudi yang tertangkap operasi),” ungkapnya sambil menyebut
hal ini sebagai kendala.
Langkah lainnya adalah berupaya membuat kesepakatan
antarpihak. Ada camat, pemilik tambang, kepolisian, kepala desa dan para
pengemudi. MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman sudah
ditandatangani.
“Di situ sepakat untuk saling mengendalikan. Tapi satu dua
bulan saja efektifnya. Bulan ketiga sudah kembali lagi (truk kelebihan muatan
lewat lagi),” tuturnya.
Upaya berikutnya adalah penurunan paksa muatan berlebih.
Langkah ini bekerja sama dengan lembaga kemasyarakatan sekitar jalan yang
dilintasi. “Malah hanya efektif sebentar. Dua pekan sudah berhenti (penurunan
paksa muatan lebih),” tukas Djunaedi.
Di luar faktor ‘kembali beroperasi dengan muatan lebih’
karena pengemudi bandel, Djunaedi mengakui operasi yang dilakukannya kurang
efektif karena minimnya jumlah personel dan rendahnya anggaran yang
dialokasikan untuk operasi tersebut. Sebab, dengan kekuatan hanya sekitar 10
sampai 15 orang, tentu akan kewalahan untuk menangani 300 sampai 400 unit truk
yang berlalu-lalang dengan muatan berat tersebut.
“Tentu kami berupaya untuk meminta peningkatan anggaran.
Karena untuk melakukan operasi, penurunan paksa dan lainnya itu membutuhkan
dana (termasuk ongkos tukang menurunkan muatan),” terangnya.
Di luar solusi soal personel dan anggaran, Djunaedi berharap
para pengguna jalan bisa memperhatikan muatannya ketika akan melintas. “Kalau
memang batas kekuatan jalan adalah 8 ton, maka jangan memuat 10 atau 11 ton
lah. Itu himbauan kami. Semua yang punya kepentingan dengan jalan harus punya
kesadaran. Termasuk lingkungan yang dilewati truk-truk itu,” pungkasnya.
Dilansir dari : https://ponorogo.go.id