KPK Himbau Pemda Evaluasi Kriteria Penerima Bansos Terkait COVID-19
TBM KRIDHARAKYAT, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau pemerintah daerah (pemda) transparan dalam mendistribusikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat dan mengevaluasi kriteria penerima bansos dalam penanganan pandemi COVID-19. "Berdasarkan laporan yang diterima 'JAGA Bansos' per 12 Juni 2020, KPK menerima total 303 keluhan terkait penyaluran bansos. Yang paling banyak dikeluhkan masyarakat adalah tidak menerima bansos meskipun telah mendaftar, yaitu berjumlah 134 keluhan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu 13 Juni 2020.
KPK, lanjut Ipi Maryati Kuding, menyadari kesemrawutan penyaluran bansos karena data penerima bantuan yang masih harus terus dilakukan pembaharuan. "Terutama di tengah pandemi COVID-19, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) perlu dilakukan perluasan dengan melakukan verifikasi dan validasi hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW. Karenanya, pemda perlu membuat kriteria masyarakat yang terdampak yang ditetapkan sebagai penerima bantuan," ujarnya.
PADA beberapa daerah, KPK menemukan kriteria yang dibuat terlalu luas sehingga ketika dilakukan pemadanan dengan DTKS dan Nomor Induk Kependudukan (NIK), masyarakat yang tidak memenuhi kriteria masuk ke dalam daftar. KPK juga mendorong transparansi dalam penyaluran bansos dengan mengumumkan daftar nama penerima bantuan. "Pemda perlu mensosialisasikan dan membangun pemahaman kepada masyarakat terkait kriteria penerima bantuan, jenis bansos yang diberikan dan waktu pendistribusian untuk setiap bantuan," ujar Ipi Maryati Kuding.
SELAIN keluhan tidak menerima bantuan, ia mengatakan ada enam topik keluhan lainnya yang juga disampaikan pelapor, yaitu bantuan dana yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya sebanyak 32 laporan. Selanjutnya, bantuan tidak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan sebanyak 28 laporan, nama dalam daftar bantuan tidak ada (penerima fiktif) berjumlah 14 laporan, mendapatkan bantuan lebih dari satu berjumlah empat laporan, bantuan yang diterima kualitasnya buruk tiga laporan, seharusnya tidak menerima bantuan tetapi menerima bantuan dua laporan, dan beragam topik lainnya total 86 laporan. "Keluhan tersebut ditujukan kepada 130 pemda yang terdiri dari sembilan pemerintah provinsi dan 121 pemerintah kabupaten/kota di 27 provinsi dan dua kementerian serta satu komunitas masyarakat," kata Ipi Maryati Kuding pula.
ADAPUN provinsi yang paling banyak menerima keluhan adalah Jawa Barat dengan total 74 keluhan meliputi 20 pemda. Berikutnya adalah Jawa Timur dengan total 48 keluhan di 15 pemda dan Jawa Tengah menerima 32 keluhan di 20 pemda. "Sedangkan instansi yang paling banyak menerima keluhan adalah Pemkot Surabaya sebanyak 10 keluhan, Pemkab Indramayu sembilan keluhan, Pemkab Lampung Selatan delapan keluhan, serta Pemkab Sukabumi, dan Pemprov Jawa Timur masing-masing tujuh keluhan," kata Ipi Maryati Kuding.
DARI seluruh keluhan yang masuk, ia menyatakan sebanyak 20 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda, sebanyak 115 keluhan dengan status "diteruskan" masih menunggu respons pemda, sebanyak 118 keluhan dengan status "dikonfirmasi" sehubungan dengan informasi yang harus dilengkapi oleh pelapor, dan 20 keluhan dengan status "diterima" masih dalam proses verifikasi. "Sisanya 30 keluhan lainnya dengan status 'dihapus', karena dihapus oleh pelapor maupun laporan ganda," ujarnya lagi.
IPI MARYATI KUDING juga menjelaskan, selain untuk menampung keluhan masyarakat tentang penyimpangan dalam penyaluran bansos, fitur "JAGA Bansos" juga menyediakan informasi panduan ringkas tentang bansos. "Untuk mengakses JAGA Bansos, masyarakat dapat mengunduh aplikasi JAGA (JAGA Apps) melalui gawai di Playstore dan Appstore untuk sistem operasi android ataupun iOS atau melalui situs https://jaga.id," ujarnya. Sebelumnya pada 29 Mei 2020, KPK meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu "JAGA Bansos". Fitur pelaporan tentang bansos tersebut merupakan fitur tambahan dalam platform pencegahan korupsi "JAGA". (ANTARA)
Gedung KPK. (Foto : info publik) |
KPK, lanjut Ipi Maryati Kuding, menyadari kesemrawutan penyaluran bansos karena data penerima bantuan yang masih harus terus dilakukan pembaharuan. "Terutama di tengah pandemi COVID-19, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) perlu dilakukan perluasan dengan melakukan verifikasi dan validasi hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW. Karenanya, pemda perlu membuat kriteria masyarakat yang terdampak yang ditetapkan sebagai penerima bantuan," ujarnya.
PADA beberapa daerah, KPK menemukan kriteria yang dibuat terlalu luas sehingga ketika dilakukan pemadanan dengan DTKS dan Nomor Induk Kependudukan (NIK), masyarakat yang tidak memenuhi kriteria masuk ke dalam daftar. KPK juga mendorong transparansi dalam penyaluran bansos dengan mengumumkan daftar nama penerima bantuan. "Pemda perlu mensosialisasikan dan membangun pemahaman kepada masyarakat terkait kriteria penerima bantuan, jenis bansos yang diberikan dan waktu pendistribusian untuk setiap bantuan," ujar Ipi Maryati Kuding.
SELAIN keluhan tidak menerima bantuan, ia mengatakan ada enam topik keluhan lainnya yang juga disampaikan pelapor, yaitu bantuan dana yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya sebanyak 32 laporan. Selanjutnya, bantuan tidak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan sebanyak 28 laporan, nama dalam daftar bantuan tidak ada (penerima fiktif) berjumlah 14 laporan, mendapatkan bantuan lebih dari satu berjumlah empat laporan, bantuan yang diterima kualitasnya buruk tiga laporan, seharusnya tidak menerima bantuan tetapi menerima bantuan dua laporan, dan beragam topik lainnya total 86 laporan. "Keluhan tersebut ditujukan kepada 130 pemda yang terdiri dari sembilan pemerintah provinsi dan 121 pemerintah kabupaten/kota di 27 provinsi dan dua kementerian serta satu komunitas masyarakat," kata Ipi Maryati Kuding pula.
ADAPUN provinsi yang paling banyak menerima keluhan adalah Jawa Barat dengan total 74 keluhan meliputi 20 pemda. Berikutnya adalah Jawa Timur dengan total 48 keluhan di 15 pemda dan Jawa Tengah menerima 32 keluhan di 20 pemda. "Sedangkan instansi yang paling banyak menerima keluhan adalah Pemkot Surabaya sebanyak 10 keluhan, Pemkab Indramayu sembilan keluhan, Pemkab Lampung Selatan delapan keluhan, serta Pemkab Sukabumi, dan Pemprov Jawa Timur masing-masing tujuh keluhan," kata Ipi Maryati Kuding.
DARI seluruh keluhan yang masuk, ia menyatakan sebanyak 20 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda, sebanyak 115 keluhan dengan status "diteruskan" masih menunggu respons pemda, sebanyak 118 keluhan dengan status "dikonfirmasi" sehubungan dengan informasi yang harus dilengkapi oleh pelapor, dan 20 keluhan dengan status "diterima" masih dalam proses verifikasi. "Sisanya 30 keluhan lainnya dengan status 'dihapus', karena dihapus oleh pelapor maupun laporan ganda," ujarnya lagi.
IPI MARYATI KUDING juga menjelaskan, selain untuk menampung keluhan masyarakat tentang penyimpangan dalam penyaluran bansos, fitur "JAGA Bansos" juga menyediakan informasi panduan ringkas tentang bansos. "Untuk mengakses JAGA Bansos, masyarakat dapat mengunduh aplikasi JAGA (JAGA Apps) melalui gawai di Playstore dan Appstore untuk sistem operasi android ataupun iOS atau melalui situs https://jaga.id," ujarnya. Sebelumnya pada 29 Mei 2020, KPK meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu "JAGA Bansos". Fitur pelaporan tentang bansos tersebut merupakan fitur tambahan dalam platform pencegahan korupsi "JAGA". (ANTARA)