Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

PAHLAWAN : ZAMAN, BIDANG, DAN KONTEKSNYA


Oleh : Dra. Agnes Adhani, M.Hum
Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia
UKWMS Kampus Kota Madiun


PEKIK heroik Bung Tomo dari RRI Surabaya ”Merdeka atau Mati!” pada 10 November 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI yang belum genap tiga bulan terasa membahana dan mengiang di telinga. Teriak itu mampu membakar kaum muda Surabaya untuk mengisr Inggris dan Belanda dari tanah air. Dengan melihat bendera Merah Putih berkibar di depan setiap rumah, sekolah, dan perkantoran nilai-nilai kepahlawanan dan kebangsaan terasa layak untuk dimaknai dan  direfleksikan.


PAHLAWAN memiliki unsur utama makna, antara lain (1) keberanian, (2) keperkasaan, (3) kerelaan berkorban, (4) cinta kasih, dan (5) ikhlas, tanpa pamrih. Bung Tomo dan kawan-kawan saat itu memenuhi unsur utama makna kepahlawanan. Dengan keberanian dan keperkasaan, melawan ketakutan, rela mengorbankan masa muda tanpa takut, melawan Inggris yang di belakangnya ada Belanda ingin mendarat dan menguasa Soerabaja. Penuh cinta tanah air, ikhlas, tanpa pamrih para arek Soerabaja bergerak dan bertindak.


SAAT INI penjajah, yang menduduki Indonesia secara fisik sudah tidak ada. Namun penjajahan ekonomi, ketertindasan, kemiskinan, keterpurukan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan, pornografi, narkoba, radikalisme, terorisme masih membelenggu bangsa ini. Kondisi ini memanggil setiap warga bangsa menggelorakan semangat kepahlawanan. Harus seperti apa nilai kepahlawan yang direfleksikan itu diwujudnyatakan?


SETIAP warga bangsa terlahir dan terpanggil untuk memperjuangkan nilai-nilai positif: religius, manusiawi, bersosialisasi dan bekerja sama, menghargai perbedaan dan menjembatani perbedaan untuk hidup secara damai dan  harmonis, serta mengusahakan keadilan dan kesejahteraan bersama.   Namun andil setiap warga tidak sama sesuai dengan zaman, bidang, dan konteksnya.


ZAMAN sekarang tidak setiap warga terpanggil untuk memanggul dan mengangkat senjata untuk berperang. Biarlah saat ini Tentara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas tersebut. Setiap bidang kehidupan membutuhkan pahlawan. Berjuang dengan penuh keberanian, cinta kasih, dan tanpa pamrih harus ditumbuhkembangkan dalam setiap lini kehidupan. Kita mengenal Ir. Djianda yang berjuang demi wilayah kelautan Indonesia, dengan Deklarasi Djuanda, Adisoetjipto berjuang bagi kemerdekaan angkasa Indonesia, sehingga mendapatkan julukan “Bapak Penerbangan Indonesia”, Ibu RA Kartini yang berjuang mendapatkan kesamaan hak perempuan dan laki-laki dalam bidang pendidikan dan kesetaraannya dalam berperan sebagai warga bangsa, Martina Martha Tiahahu, gadis 17 tahun, yang berjuang mempertahankan tanah Banda dan Maluku dari penjajahan Belanda.


ISTILAH pahlawan juga melekat pada beberapa kelompok masyarakat atau profesi, seperti pahlawan devisa bagi TKW yang memang mampu menggelembungkan devisa bagi bangsa, walaupun mendapat perlakukan tidak adil dan menjadi objek pemerasan karena keterbatasan mereka. Dulu, di bandara disediakan jaluh khusus untuk kepulangan TKW, tidak untuk melindungi, justru menjadi tempat dimulainaya perlakuan tidak adil, berupa pemerasan, pelecehan, dan perlakuan negatif lainnya dari berbagai oknum. (*)

IKLAN

Recent-Post