Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

“K” DALAM KEHIDUPAN


Oleh : Agnes Adhani
(UKWMS kampus Kota Madiun)

PADA abad 21 dan dalam era digital dikembangkan kompetensi utama 4C yang saya Indonesiakan menjadi 4K, yaitu (1) Komunikasi (communication), (2) Kolaborasi (collaboration), (3) Kritis berpikir (critical thinking), dan Kreatif (creative). Empat K ini juga digalakkan dan pembelajaran dan pendidikan.  Kehidupan secara umum membutuhkan banyak “K”.


NASIHAT kepada anak yang akan Kawin, terungkap banyak K untuk mengarungi kehidupan, dengan kapal yang tak lepas dari karang dan gelombang. Kawin haruslah bermodalkan  kesepakatan penuh kesadaran dalam kasih untuk kerja sama dan kerja bersama. Kaki kiri dan kanan melangkah dengan berbagi peran tanpa menang-kalah, tidak unjuk kuasa sebagai kepala dan pasangan sebagai kaki, melainkan pertautan kelingking untuk ikatan kasih. Kata kasar tidak terlontar, kelopak mata tak membeliak bila kondisi tak enak, nasi jadi kerak, lauk tak empuk, cucian tak kering, setrikaan seperti rel kereta. Menyatukan dua pribadi tak semudah menelungkupkan piring dan membalik telapak tangan.  Kamar dan kasur jadikan tempat aman berbagi keluh untuk menyelaraskan komitmen dan konsisten. Dengan aku merasa bukan kamu menyebabkan sesuatu. Misalnya,  ungkapan “aku lelah” lebih netral dan faktawi daripada  “kamu membuatku jengah”. Terus menerus berusaha: ku dan kau menjadi kita.


DALAM perkawinan, tidak bisa dengan ilmu kebatinan, ngertia apa sing tak karepke. Komunikasi memegang peran kunci. Mengalah bukan berarti kalah, seperti suit, kalau kau tunjuk aku  dengan telunjuk, maka kujulurkan kelingking, aku kalah. Bila telunjuk beradu dengan telunjuk dan tidak ada yang mau mengalah, jadilah kobaran amarah.


KOLABORASI juga dibutuhkan dalam keluarga. Kau korah-korah, aku keringkan cucian, kau kupas kentang, aku kuahkan tulang jadi kaldu membuat sup. Kemeja lusuh disetrika, cucian kering diangkat danpa terasa berat. Bukan zamannya lelaki pencari nafkah di luar rumah, istri sebagai ibu rumah tangga berkiprah di dapur, sumur, dan kasur. Berbagi peran dengan adil dan setara adalah modal hidup harmonis dengan riak hidup bagaikan ayunan.


SELAIN itu kreatif dibutuhkan dalam berumah tangga. Ketika nasi terlalu lembek, cukup tambahkan air dan santan menjadi bubur. Campur dengan sambel tumpang terasa nikmat ditambah koyor dan kerupuk rambak. Perbedaan bukan memisahkan, melainkan menyatukan. Bila hidup dilakoni sebagai sebuah komitmen yang harus dihidupi secara kontinyu, dan diingatkan akan janji perkawinan yang mau menerima pasangan dalam kondisi apapun, tentunya keadaan bisa diterima.


KRITIS  berpikir, dalam menghadapi masalah dengan diunggah-udhunke, direnungkan dan direfleksikan, ditimbang-timbang dengan ambil napas panjang, agar tidak kebranang, pemikiran jernih dan masuk akal pasti keluar dari otak dan hati yang wening.


URUTAN komunikasi, kolaborasi, kritis berpikir, dan kreatif tidak selalu berurutan seperti itu, melainkan berkelindan. Ketika ngubetke butuh tentu kreatif dan kritis berpikir didahulukan. Komunikasi bisa semakin runyam kalau kondisi keuangan sedang kurang. Berbeda bila menghadapi THR-an. Komunikasi dengan harmonis (hari-hari omong manis) tercipta. Hal seperti itu  berbeda bila tanggal tua, ikan asin ajaib pun terhidang di meja, satu ikan dua kepala. Hidangan serba nasi, nasi kemarin digoreng dengan lauk lempeng, ”kerupuk nasi/beras”. Nasib keluarga menghadapi problematika hidup harus dilandasi dengan sikap Konjuk ing Asma Dalem Gusti. Sumarah ‘berserah’ setelah berjerih payah dengan aneka ikhtiar itulah hidup. Mengarungi kehidupan harus dengan komitmet dan konsisten memperjuangkan hidup dengan penuh kasih sebagai bekal menghadap Tuhan nanti, karena kubur adalah akhir kehidupan di dunia, tanpa kita bisa kabur. Mari jalani hidup penuh syukur. (*)

IKLAN

Recent-Post