HARU BIRU IBU GURU DI UJUNG PPG: REFLEKSI HARI GURU 2023
Oleh : Dra. Agnes Adhani, M.Hum Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya |
SABTU, 25 November 2023 terasa istimewa bagi bangsa Indonesia dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional dan Hari Persatuan Guru Indonesia (PGRI) dengan tema "Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar".
NELANGSA nasib guru masa lalu tergambarkan dalam lagu " Oemar Bakri"-nya Iwan Fals (1981). Namun nelangsa itu sudah tinggal nostalgi. Nasib guru sudah tidak semengenaskan tahun 1940-1980. 40 tahun mengabdi jadi guru jujur berbakti memang makan hati. Banyak ciptakan menteri, Profesor, dokter, insinyur pun jadi. Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri.
NASIB guru, selain guru honorer, kelihatannya semakin makmur dengan adanya sergu (sertifikasi guru). Guru semakin mentereng dengan rumah mewah, mobil baru, berumrah, dan berhaji. Namun apakah guru menghidupi panggilan jiwanya dengan semakin bermartabat?
RESPEK terhadap profesi guru kurang, apalagi banyak guru yang merasa rendah diri, dengan ungkapan "Saya hanya guru". Penggunaan "hanya" merupakan ungkapan inlander, ungkapan yang digunakan oleh Belanda untuk merendahkan pribumi. Hal itu terwujud dalam sikap rendah diri, penuh keluh, dan menghina diri, bukan sikap rendah hati. Profesi mulia dilecehkan sendiri oleh yang bersangkutan.
USAHA pemerintah memartabatkan guru dilakukan dengan Program Profesi Guru (PPG), baik bagi guru yang sudah mengabdi dengan PPG Daljab (dalam jabatan) maupun PPG Prajab (prajabatan) bagi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun bukan LPTK yang berminat menjadi guru.
MENGIKUTI diklat PPG tidaklah mudah dan ringan. Berjuang dan bersaing mengikuti seleksi nasional, menjalani pembelajaran, pendalaman materi, pengembangan perangkat ajar, melaksanakan praktik pembelajaran inovatif, dengan berbagai tuntutan daring dan luring sungguh menguras pikiran, tenaga, dan biaya juga, walaupun sudah difasilitasi oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).
PERJUANGAN berat tersebut kadang pupus, saat ibu guru dipaksa memilih menjadi guru atau ibu. Walaupun sebetulnya pilihan itu tidak biner, karena seorang perempuan bisa memilih keduanya. Menjadi ibu sekaligus menjadi guru.
USAHA pemerintah dengan merdeka belajar ternyata belum memerdekakan semua pihak. Merayakan merdeka dengan suka cita belum dinikmati seluruh komponen masyarakat. Masih ada anggapan stereotip bahwa perempuan cukup di rumah mengurus suami dan anak sebagai kodrat yang mutlak sungguh merupakan kemunduran peradaban.
SAATNYA baik laki-laki maupun perempuan merdeka menentukan dan menghidupi passion-nya menjadi guru yang bermartabat. SELAMAT HARI GURU NASIONAL.