Mengelola Perasaan
Oleh : Dra. Agnes Adhani, M.Hum Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya |
RASA dan perasaan dalam bahasa Jawa dikenal dengan rasa prangrasa adalah suasana kejiwaan yang bersifat merdeka, tidak bisa dipaksakan dan dihilangkan, hanya bisa dikelola dengan baik. Perasaan positif apalagi negatif bisa meluap dan meluah dengan dampak yang positif dan negatif. Perasaan bangga, gembira dan bahagia yang bersifat positif bila diungkapkan secara berlebihan, bisa membuat orang lain jengah, menuduh kita sok, sombong, dan pamer serta menuai cibiran. Perasaan positif bisa berdampak negatif, apalagi kalau perasaan itu negatif, pasti tidak mungkin ditanggapi secara positif.
ANALOGI yang mungkin bisa kita gunakan untuk mengambarkan kondisi perasaan kita,
khususnya perasaan negatif adalah sakit
perut. Sakit perut bisa terjadi karena kita salah makan atau memang ada yang
bermasalah dengan organ pencernaan kita. Sakit perut yang tidak diobati bisa
menyebabkan kesakitan dan konstipasi
atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan kededelen. Kalau tidak tahan bisa
tumpah di sembarang tempat akibat diare yang kecret-kecret. Demikian
halnya dengan perasaan negatif.
PERASAAN negatif bisa terjadi karena kita tersinggung dan sakit hati karena ungkapan,
tuturan, atau perilaku orang lain yang berasal dari luar, seperti makan cabai
terlalu banyak, makan makanan basi, atau kita alergi makanan tertentu. Atau bisa berasal dari dalam kita sendiri
karena kita memelihara sikap negatif, seperti iri, dengki, mudah marah dan
tersinggung, rendah diri, pencuriga atau negatif thinking. Perasaan
negatif yang berasal dari luar dan atau dari dalam ini bisa merongrong
kedamaian hidup kita. Bila kita pendam akan merusak kedamaian kita sendiri,
seperti halnya dengan sakit perut dan kededelen. Namun bila kita
keluarkan dengan sembarangan akan seperti saat kita diare, tumpah ke sembarang
tempat yang menjijikkan. Kita mengungkapkan perasaan negatif kepada pihak yang
kurang tepat, akan menjadi bahan gibah ‘membicarakan keburukan (keaiban) orang lain’,
menjadi isu dan kabar burung yang menyebar tak beraturan, bahkan berdampak
lebih besar menjadi perseteruan, perpecahan, perkelahian, dan kemelut yang
berkepanjangan.
PERASAAN negatif yang membebani dan mengusik kedamaian hidup perlu dikelola, seperti
halnya mengobati sakit perut, antara lain dengan (1) cek dan croscek kebenaran
isu dan kabar burung; (2) madik-madik, menjaring informasi mendengarkan
secara silent pihak-pihak lain yang mengetahui isu atau kabar burung
tersebut, belajar menjadi mata-mata ala spionase; (3) menyaring informasi dengan baik dan benar; (4)
mengonfirmasi kepada pihak yang berkepentingan tanpa rasa sungkan dan tidak
enak hati, (5) mengendapkan dan merenungkan perasaan yang ada; (6) curcol
(curhat colongan) kepada pihak yang kompeten.
MENGUNGKAPKAN perasaan negatif, jangan seperti kentut. Bunyinya bisa beraneka, apalagi
baunya. Orang yang kentut memang merasa lega dan plong, perut terasa
longgar karena gas sudah memancar. Namun pertama-tama mengganggu pendengaran,
karena memang telinga lebih dekat dengan pantat, baru kemudian karena arah
angin dan hidung yang lebih jauh bisa membaui. Kita semua pernah membaui
beraneka varian kentut kan?
SEMOGA kita bisa membuat lega dan plong perut tanpa membawa bencana bagi orang
lain. Kita perlu berjuang menjadi seperti daun sembukan, daun kentut (Paederia
foetida) ‘spesies tumbuhan yang berasal dari Asia tropis yang menyebar ke
deerah Melanesia, Polinesia, sampai ke Kepulauan Hawai’ yang dapat dibuat gembrot
‘sejenis pepes daun sembukan yang dapat menghilangkan perut sebah, senep,
dan penyakit perut lainnya.
MOHON maaf udar rasa, nguda rasa saya kali ini agak jorok, tetapi sungguh perasaan tidak nyaman memang yang harus
dikelola dengan baik, benar, tepat, dan tentunya santun, sehingga dampak dan
ekses yang semakin negatif tidak terjadi. Mari kita refleksikan, apakah kita
sudah mengelola perasaan dan menjadi daun sembukan yang rela dirajang lembut,
diremas, dan dikemas menjadi pepes pedas yang melegakan? (*)