Oleh : Agnes Adhani
Masa
pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) baru saja dilalui oleh peserta didik
pertama memasuki jenjang sekolah awal atau lebih tinggi. Di PAUD/TK ditemukan banyak anak yang pertama
ke sekolah masih malu-malu, berpegang kepada pengantar, atau bersembunyi di
balik pantat ibunya, walaupun bangun pengin secepatnya ke sekolah dengan
perlengkapan yang pastinya masih baru. Takut-takut dan gamang menghadapi
situasi baru serta ketidaknyamanan merupakan pemandangan di PAUD/TK. Hal yang
dilakukan ibu guru PAUD/TK adalah mendekati mereka dengan kesabaran tingkat
dewa dan senyum semanis madu. Peralihan ini tidak bisa dilakukan dengan di-gebyah
uyah. Kondisi dan kesiapan setiap peserta didik tidak sama, sehingga hal
ini perlu dipersiapkan secara matang oleh pengelola PAUD/TK. Iming-iming
permainan yang good looking dengan warna-warna menarik dan ngejreng
selalu dapat digunakan sebagai penanda paling kentara sebuah sekolah PAUD/TK
dengan ayunan, plorotan, dan sejenisnya. Kadang beberapa orang tua sudah
mengenalkan tempat-tempat yang akan menjadi tempat anaknya bersekolah.
Di SD, peserta didik baru sudah
dipersiapkan oleh sekolah sebelumnya dengan kegiatan transisi PAUD ke SD. Gerakan
transisi PAUD ke SD yang menyenangkan merupakan upaya bersama untuk memastikan
pemenuhan hak kemampuan fondasi anak usia dini, dari mana pun titik berangkat
mereka. Gerakan ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar dapat
terwujud.
Pada tingkat SMP kegiatan MPLS, dulu
dikenal dengan Masa Orientasi Sekolah (MOS),
diawali dengan perkenalan, masing-masing masih menggunakan seragam SD
asal. Demikian juga MPLS di tingkat SMA/SMK. Mereka masih menggunakan seragam
SMP asal. MPLS bertujuan (1) membantu peserta didik baru mengenal lebih dekat
lingkungan sekolah, sehingga tercipta suasana pendidikan yang kondusif, (2) mendorong
peserta didik baru lebih proaktif untuk mengenali guru, karyawan, dan
kakak-kakak kelasnya. Hal ini menimbulkan rasa aman, nyaman dan menyenangkan bagi
peserta didik baru selama berada di lingkungan sekolah, (3) membantu peserta
didik baru untuk beradaptasi dan menyatu dengan warga dan lingkungan sekolah,
(4) membantu peserta didik baru mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga
sekolah, (5) membantu peserta didik baru lebih bertanggung jawab pada
lingkungan sekolah, (6) peserta didik baru memahami lingkungan sekolah dalam
rangka pelaksanaan Wawasan Wiyata Mandala. Dengan demikian, fungsi warga
sekolah dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan secara komprehensif, dan
(7) memotivasi peserta didik baru bangga terhadap sekolahnya.
Pada masa lalu acara ini dikenal
dengan istilah gojlokan, peserta didik baru diminta tampil aneh,
misalnya peserta didik perempuan berpita rambut warna-warni dari tali rafia,
bertopi caping, membawa tas kresek warna tertentu yang agak sulit ditemukan,
membawa barang-barang yang sulit dicari. Nuansa kekerasan namun sebetulnya
cukup menyenangkan untuk dikenang, terutama seisi rumah yang ikut panik dan gupuh.
Tahun 2024-2025 MPLS mengambil tema
“Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP)”.
Hal ini diangkat karena maraknya kekerasan di satuan pendidikan dan pemerintah
melalui Mendukbudristek telah menetapkan Permen (Peraturan Menteri) nomor 46
tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan (PPKSP).
Implementasinya masih jauh panggang
dari api dan pembentukan satgas (satuan tugas) PPKSP di sekolah maaf hanya
sebatas SK tanpa deskripsi tugas dan pelaksanaan yang nyata. Kasus bullying di
sekolah masih marak, bahkan Sebagian pemangku kepentingan di dunia Pendidikan
masih menganggapnya sebagai kelakar, dan bila orang tua melapor ke sekolah
dianggap berlebihan dan lebay. Kesadaran bahwa bullying dan kekerasan
di sekolah yang dianggap kecil dan sepele, hanya kenakalan dan keisengan anak,
dapat berdampak besar. Hal ini perlu dicermati dan diseriusi oleh berbagai
pemangku kepentingan. Tema MPLS tahun 2024-2025 bukan hanya sebatas banner
yang dipasang cukup mencolok di depan sekolah, namun tidak ditanamkan dan
ditumbuhkembangkan di dalam sanubari setiap warga sekolah.
Mari kita wujudkan sekolah sebagai
tempat setiap peserta didik diterima sebagai pribadi yang utuh dan sekolah
menjadi tempat yang aman, nyaman, inklusif, dan merayakan kebinekaan. Selamat
dan semangat peserta didik menyongsong masa depan dengan merdeka. (*)