Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

Emansipasi Wanita Masa Kini: Bijak Menyikapi Perubahan Zaman



Oleh: Asti Musman


KETIKA kita mengenang R.A. Kartini, pikiran kita langsung tertuju pada kata emansipasi. Kartini adalah tokoh penting dalam perjuangan emansipasi wanita di Indonesia. Istilah “emansipasi” sendiri berasal dari bahasa Inggris emancipation, yang berarti pembebasan atau kemerdekaan, dan secara khusus mengacu pada upaya wanita untuk memperoleh hak, kebebasan, dan kesempatan yang setara dengan kaum pria. 


PERJUANGAN emansipasi wanita sebenarnya sudah dimulai sejak abad ke-19. Di Eropa, tokoh-tokoh seperti Lady Astor dan Emmeline Pankhurst dari Inggris menjadi pelopor dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Di Indonesia, Kartini menorehkan peran besar dalam membuka jalan bagi kaum wanita untuk mendapatkan pendidikan dan martabat yang sejajar dengan laki-laki. 


DALAM salah satu suratnya yang dikutip oleh Tashadi (1986 : 75) dalam buku R.A. Kartini, Kartini menulis, " Pada masa saya masih kanak-kanak, kata emancipatie belum ada bunyinya, belum ada artinya di telinga saya, serta karangan dan kitab tentang pasal itu jauh dari jangkauan saya, telah hidup dalam hati saya suatu keinginan yang makin lama, makin besar, keinginan akan bebas, mereda, berdiri sendiri. Keadaan sekeliling saya, yang memilukan hati, menerbitkan air mata karena sedih yang tak terkatakan, kedaaan itulah yang membangun keinginan hati saya itu, 


"INTI suratnya, bahkan sebelum mengenal istilah “emansipasi”, dalam dirinya sudah tumbuh keinginan yang kuat untuk bebas, merdeka, dan berdiri sendiri, keinginan yang muncul dari rasa prihatin terhadap keadaan sosial di sekitarnya yang mengekang perempuan. 


KARTINI tidak ingin wanita Indonesia menjadi seperti tanah liat yang bisa dibentuk sesuka hati orang lain. Ia menginginkan wanita yang berpendirian, bermartabat, dan mampu menentukan arah hidupnya sendiri. Kini, cita-cita Kartini telah banyak tercapai. Perempuan bisa memilih profesi apa pun—menjadi sopir bus, pilot, insinyur, bahkan astronot. Wanita juga bebas menyuarakan pendapat, meniti karier, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. 


NAMUN, dalam era kebebasan ini, muncul tantangan baru: bagaimana memahami emansipasi secara bijak tanpa melupakan kodrat sebagai perempuan. Dalam semangat kesetaraan, ada sebagian wanita yang justru merasa bahwa tugas seperti mengasuh anak, menyusui, atau mengatur rumah tangga adalah beban yang menghambat kemandirian. Padahal, tugas-tugas tersebut adalah bagian mulia dari kodrat perempuan, bukan beban yang merendahkan martabatnya. 


KESIBUKAN kerja, lembur yang berlebihan, atau pulang larut malam demi tuntutan profesional terkadang menjadi sumber ketegangan dalam rumah tangga. Jika emansipasi dimaknai semata-mata sebagai kebebasan mutlak tanpa keseimbangan, maka akan muncul konflik antara peran pribadi dan tanggung jawab sosial. 


MAKA, emansipasi wanita masa kini harus dimaknai sebagai kemampuan untuk menentukan pilihan hidup dengan tanggung jawab dan kebijaksanaan. Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti kalah dari laki-laki. Begitu pula menjadi wanita karier bukan berarti harus menafikan peran keibuan. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan, saling pengertian, dan kerja sama antara suami dan istri. 


EMANSIPASI sejati bukan tentang siapa yang lebih unggul, tetapi tentang saling menghargai, mendukung, dan menciptakan harmoni dalam keluarga dan masyarakat. Tanpa itu, semangat emansipasi hanya akan menjadi jargon kosong yang kehilangan makna.

 

Bionarasi

ASTI MUSMAN  merupakan nama pena dari Estiningdyah,SP  lahir di Tuban, Jawa Timur, 24 Juni 1968.

ALUMNI Fakultas Pertanian Universitas Udayana ini suka menulis cerita pendek sejak kelas empat SD di Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur.  Pernah bekerja sebagai reporter freelance di  Bali Post (Bali), Harian Nusa (Bali), Bali News (Bali) . Beberapa tulisannya dimuat di  Koran Swadesi dan Simphoni (Jakarta) dan Djaka Lodhang (Yogyakarta).

PERNAH bekerja sebagai announcer, copywriter, dan reporter  Radio Top FM (Bali) Radio Plus (Bali), Radio Menara (Bali), dan Radio Global FM (Bali). Selanjutnya sebagai Penanggung Jawab dan Direktur  radio  Swara Jogja (Yogyakarta) dan  Radio Global FM (Yogyakarta). Pernah bekerja pula pada stasiun televisi Jogja TV sebagai eksekutif produser program news dan feature.

Penulis telah menulis lebih dari 30 judul  buku. Saat ini ia  tinggal di Madiun, Jawa Timur, aktif dalam komunitas sastra Madiun Raya (Kosamara).

IKLAN

Recent-Post