Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

Bertahan karena Ikuti Perkembangan Zaman, Perajin Batik Pacitan Puluhan Tahun Eksis


PONOROGO (KORAN KRIDHARAKYAT.COM) - Semburat merah muncul setiap kali kuas disapukan ke selembar kain putih. Piawai para pembatik itu menghindari bagian yang sudah dicanting dengan malam. Begitulah cara perwarnaan batik dengan teknik colet. ‘’Ini batik (motif) Jagad,’’ kata Samuri, pemilik rumah batik di Dusun Rejoso, Desa Sukorejo, Pacitan, Selasa (1/10). Sejak dua tahun lalu, Kabupaten Pacitan punya motif batik khas baru. motif yang di-branding batik Jagad itu sudah dicatatkan sebagai produk kekayaan intelektual di Kementeran Hukum dan HAM. 


Samuri adalah salah satu orang pertama yang mendapat arahan langsung dari Pemkab Pacitan untuk membatik motif tersebut. ‘’Pesanan datang dari sejumlah pejabat,’’ tuturnya. Baginya, batik bukan sekadar simbol keanggunan. Mahakarya warisan leluhur ini juga penuh makna. Selain batik Jagad, Pacitan juga punya motif Pace atau mengkudu, buah beraroma menyengat yang memiliki sejuta khasiat. Pun diyakini sebagai asal mula nama Pacitan.


Menurut dia, batik Pace adalah batik warisan bernilai tinggi. Namun, dia menghadapi kendala karena selain prosesnya yang rumit, peminat batik klasik ini tak sebanyak batik kekinian yang memiliki warna cerah di luar pakem. ‘’Supaya laku di pasaran harus mengikuti zaman,’’ ungkapnya. 


Meski menghadapi tantangan zaman, dia tetap berkomitmen membuat batik asli Pacitan dengan motif khas warisan nenek moyang. Dia rajin mengikuti pameran wastra dengan membawa aneka batik produknya. Samuri membuat aneka motif batik dengan warna-warna kekinian sebagai upaya memenuhi selera pasar agar tetap eksis. Salah satunya batik Saji, yang terisnpirasi dari istrinya sendiri yang bernama Saji.


Perempuan ini adalah seorang perajin batik yang telah menekuni kerajinan tradisional ini sejak usia remaja. ‘’Dulu awalnya jualan kain di pasar, setelah melihat peluang mulai membatik sejak tahun 1987,’’ kenang samuri. Berkat usahanya yang telah berdiri sejak 37 tahun lalu itu, dia mampu memberdayakan 70 warga sekitar sebagai pekerjanya. Tak hanya memenuhi permintaan pasar lokal, sejumlah negara manca juga menjadi tujuan ekspor batik asli Kota 1001 Gua ini. ‘’Ini yang terakhir ada pesanan dari Swiss,’’ sebutnya.Demikian sebagaimana diinformasikan oleh Radar Madiun (KR-LID/AS).

IKLAN

Recent-Post