Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial FISIP UMMAD Gelar diskusi Penyuluhan Hukum Sebagai Upaya Perlindungan Perempuan

MADIUN (KORAN KRIDHARAKYAT.COM) - Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial (Hima Kessos) FISIP UMMAD menyelenggarakan diskusi internal dalam bentuk penyuluhan hukum sebagai upaya perlindungan perempuan. Tema yang diusung dalam diskusi internal adalah Menciptakan Ruang Aman: Menanggulangi Kekerasan terhadap Perempuan. Diskusi dilakukan di aula kampus 1 UMMAD. Tidak hanya diikuti mahasiswa Prodi Kessos UMMAD tetapi juga mahasiswa dari prodi lain di UMMAD.



Diskusi menghadirkan dua narasumber dari tim Polres Madiun Kota serta konselor layanan pendamping psikologis perempuan dan anak. Tim Polres Madiun Kota yang menjadi narasumber diskusi ini adalah Ipda Danang Tri Wasis Hutomo, Kanit Pidum Satreskrim Polres Madiun Kota beserta anggota Unit PPA Polres Kota Madiun.


Sedangkan Konselor Layanan Pendamping Psikologis untuk Perempuan dan anak yang menjadi narasumber diskusi ini adalah Ineu Prihatini Wulan, Konselor Layanan Pendamping Psikologis UPTD PPA Dinas Sosial Kota Madiun. Acara diskusi Hima Kessos UMMAD ini juga digunakan untuk memperkenalkan tim Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan Seksual (Satgas TPKS) Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD).


Kaprodi Kesejahteraan Sosial FISIP UMMAD, Muh. Ni’am menerangkan, diskusi dalam bentuk penyuluhan hukum dalam upaya perlindungan perempuan ini menjadi pengetahuan praktik penting bagi mahasiswa peserta diskusi.


Pengetahuan di dalam kelas harus diimbangi dengan situasi yang berkembang di masyarakat terkait penyelenggaraan praktik kesejahteraan sosial khususnya dalam hal ini pencegahan kekerasan terhadap perempuan “Bagaimanapun (realitas sosial itu semacam) ilmu terapan, jadi bagian penting dari ilmu Kesejahteraan Sosial. Sehingga ini jadi hal penting bagi mahasiswa, alumni atau mereka yang fokus di profesi pekerja sosial profesional,” kata Muh Ni’am sebagaimana rilis yang diterima RRI, Senin (21/10/2024). 


Dengan materi-materi yang disampaikan pihak Unit PPA Polres Madiun Kota, menurut Ni’am, mahasiswa menjadi mengetahui sistem penanganan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Misalnya bagaimana penanganan terhadap korban dilakukan. Entah bentuknya rehabilitasi, kuratif ataupun preventif itu tergantung kondisi. Yang jelas mahasiswa tahu alur penanganan persoalan terkait kekerasan perempuan dan anak,” terangnya.


Dalam materi yang disampaikannya, salah satu anggota Unit PPA Polres Madiun Kota, Ipda Gilang Pradana menyampaikan, berdasarkan penanganan perkara yang dilakukan Unit PPA Satreskirim Polres Madiun Kota, persentase paling tinggi dari kasus kekerasan yang sedang terjadi saat ini adalah tindak pidana kekerasan fisik dan seksual. Gilang menyampaikan, upaya hukum agar tidak terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaukan melalui undang-undang (UU). "Misalnyua UU Hukum Acara Pidana (UU No 8 Tahun 1981) atau tentang Hak Asasi Manusia (UU Nomor 39 Tahun 1999), juga tentang Perlindungan Anak (UU Nomor 23 Tahun 2002). Atau soal PKDRT yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004,” terang Gilang.


Sementara itu Konselor Layanan Pendamping Psikologis Perempuan dan Anak, Ineu Prihatini Wulan antara lain menerangkan mengenai bentuk tindakan pelecehan seksual. Seperti menyentuh atau meraba bagian tubuh secara tiba-tiba dengan tanpa ijin. Atau menunjukkan/mengirim foto atau video seksual yang tidak diinginkan penerima. “Membuat lelucon, komentar atau gerakan seksual yang membuat korban tidak nyaman, menghina secara seksual atau juga bertanya soal kehidupan seks atau membicarakan fantasi seksual yang membuat korban tidak nyaman,” ujar Ineu.


Ineu juga menyampaikan keterangan mengenai jenis kekerasan seksual yang berupa perkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, kehamilan, abosi dan kontrasepsi.


Ineu menerangkan, korban kekerasan seksual dapat mengalami gejala dan dampak psikologis. "Misalnya bermimpi buruk, menjadi tertutup, pendiam, menyendisi, melamun. Korban jadi tidak terkendali emosinya, menyebut kata-kata kotor, atau juga takut bertemu orang asing," sebutnya. 


Cara menolong korban kekerasan seksual menruut Ineu adalah memastikan keselamatan korban, mengamankan barang bukti, menemati saat menjalami proses visum serta menemani saat menjalani pemeriksaan ke dokter. Demikian sebagaimana diinformasikan oleh RRI Madiun. (KR-FEB/AS)


IKLAN

Recent-Post